Traveling
Tempoyak Palembang: Fermentasi Durian yang Menolak Biasa-Biasa Saja
Tempoyak Palembang: Fermentasi Durian yang Menolak Biasa-Biasa Saja

Tempoyak di Palembang bukan sekadar makanan; ia adalah identitas rasa, tradisi turun-temurun, dan warisan budaya yang sudah lama hidup berdampingan dengan Sungai Musi.




Kalau bicara soal makanan yang bisa memecah dua golongan manusia antara yang memuja dan yang langsung kabur maka durian juaranya. Namun di Palembang, durian tidak hanya dinikmati begitu saja. Ia diajak naik level menjadi tempoyak, fermentasi durian yang aromanya khas, rasanya kuat, dan keberadaannya adalah bukti bahwa masyarakat Palembang punya insting kuliner yang luar biasa kreatif. Tempoyak di Palembang bukan sekadar makanan; ia adalah identitas rasa, tradisi turun-temurun, dan warisan budaya yang sudah lama hidup berdampingan dengan Sungai Musi.


Meski kini populer, tidak semua orang tahu bahwa tempoyak punya jejak sejarah panjang. Dalam Hikayat Abdullah, dijelaskan bahwa tempoyak sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Melayu, terutama di daerah Terengganu. Bahkan ketika sastrawan Melayu, Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, berkunjung ke sana pada tahun 1836, ia mencatat bahwa tempoyak adalah hidangan kesukaan penduduk setempat, dari bangsawan sampai rakyat biasa. Catatan itulah yang menunjukkan bahwa tempoyak sudah lama menjadi bagian dari identitas rumpun Melayu di Indonesia dan Malaysia. Palembang, sebagai kota yang kaya budaya Melayu, turut mengadopsi dan mengembangkan tempoyak hingga menjadi ciri khas yang melekat pada warganya.


Di Palembang, tempoyak dibuat dari durian lokal yang melimpah ketika musim tiba. Daging durian ditumbuk, diberi sedikit garam, lalu dibiarkan berfermentasi hingga menghasilkan aroma dan rasa khas yang sulit dilupakan. Dahulu, proses ini adalah cara cerdas masyarakat Palembang untuk mengawetkan durian. Daripada kebanjiran durian sampai kebingungan menghabiskannya, mereka menciptakan tempoyak sebagai solusi jenius yang sekaligus memperkaya dapur tradisional. Tempoyak kemudian berkembang menjadi hidangan wajib, terutama jika dipadukan dengan ikan patin dari sungai-sungai Palembang. Tempoyak ikan patin ini sangat terkenal: kuahnya asam gurih, rasanya mantap, dan sering kali membuat nasi di piring hilang tanpa sempat pamit. K


arakter tempoyak Palembang sangat kuat: aromanya tegas, rasanya nendang, dan kehadirannya selalu mencuri perhatian. Tidak heran kalau banyak orang Palembang mengatakan bahwa tempoyak itu bukan makanan yang “manis-manis cantik”, melainkan makanan jujur—kalau enak, ya enak sekalian. Tempoyak juga sering digunakan sebagai sambal atau bumbu tambahan dalam masakan tradisional. Perpaduan rasa asam, gurih, dan sedikit manis membuatnya berbeda dari hidangan mana pun, dan hanya fermentasi durian yang bisa menghasilkan karakter seberani ini. Selain soal rasa, tempoyak punya makna budaya yang dalam bagi masyarakat Palembang.


Hidangan ini menjadi bukti kreativitas kuliner lokal, simbol kebersamaan dalam acara makan keluarga, dan identitas daerah yang membanggakan. Ketika tamu datang dari luar kota, tempoyak sering menjadi cerita pembuka tentang keunikan kuliner Palembang. Dan meski dunia kuliner modern terus berubah, tempoyak tetap bertahan sebagai pengingat bahwa rasa-rasa tradisional punya tempat istimewa yang tak tergeser.


Pada akhirnya, tempoyak Palembang bukan hanya sekadar makanan; ia adalah cerita panjang tentang tradisi, kreativitas, dan kehangatan masyarakat setempat. Di balik aromanya yang khas dan rasanya yang berani, ada sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi. Jadi, kalau suatu hari kamu ditawari sepiring tempoyak, cobalah satu sendok. Siapa tahu kamu langsung jatuh cinta… atau minimal bertanya-tanya, “Kok bisa durian diolah jadi seenak ini?”





Dina Risvani Utami

Dina Risvani Utami adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Dec 2023



0 Komentar





Traveling Lainnya