Traveling
Nilai Moral dalam “Pamali” sebagai Bentuk Kearifan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat Sunda
Nilai Moral dalam “Pamali” sebagai Bentuk Kearifan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat Sunda

"Tahukah anda? Pamali Bukan Sekadar Mitos! Ini Alasan Mengapa Dulu Anak Dilarang Keluar Saat Magrib”

Kata “Pamali” berasal dari bahasa Sunda, mempunyai makna sama dengan kata pantang dan cadu (sepadan artinya dengan kata pantang atau tabu) dan tergolong ke dalam ungkapan tradisional, yang artinya pantangan atau larangan tentang suatu tindakan yang dilakukan sehari-hari yang apabila pantangan tersebut dilakukan, maka dianggap dapat mendatangkan kesialan dan biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan, keselamatan, jodoh, rezeki, keturunan, dan lain sebagainya, Hutari ( Aryadi 2023).

Dalam masyarakat Sunda, pamali merupakan aturan yang tidak tertulis, namun memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini diwariskan secara lisan dari orang tua kepada anak sejak kecil. Pamali yaitu berisi larangan yang sebaiknya dihindari agar hidup tetap aman, baik secara fisik maupun spiritual. Tujuan utama pamali adalah menanamkan sopan santun, penghormatan terhadap norma sosial serta adat istiadat. 

Meskipun di era modern banyak orang muda yang mempertanyakan alasan di balik pamali, masyarakat tetap menghormatinya sebagai bagian dari identitas budaya dan menjaga keharmonisan dalam keluarga maupun lingkungan sosial. Salah satu contoh pamali yang sangat akrab ialah “Ulah diuk dina meja” padahal Meja dipakai untuk menyajikan makanan, bukan sebagai tempat duduk. Duduk di atas meja dianggap tidak sopan dan bisa mendatangkan malapetaka. Namun jika dipahami secara mendalam larangan ini mengajarkan kita menghormati makanan dan menjaga kebersihan agar makanan tidak terkontaminasi oleh kotoran dari pakaian atau tubuh. 

Ada pun kepercayaan “ulah ngadiukkan bantal yaitu larangan memainkan atau menepuk-nepuk bantal secara sembarangan. Banyak orang meyakini bahwa hal itu bisa membuat orang tua cepat beruban atau menua. Walaupun terdengar seperti mitos, “ulah ngadiukkan bantal menyimpan pesan bahwa bantal adalah barang untuk beristirahat dan harus dijaga kebersihannya. Ini mendidik kita untuk menghargai barang yang kita gunakan setiap hari. 

Salah satu contoh lain adalah larangan duduk tepat di depan pintu rumah “ulah diuk di sisi panto, bisi nongtot jodo”. Secara kepercayaan, duduk di pintu bisa menghalangi datangnya rezeki atau jodoh. Secara logika, duduk di pintu dapat menghambat lalu-lintas orang keluar-masuk rumah atau kapan pun penghuni bergerak. Karena “ulah diuk di sisi panto, bisi nongtot jodo” bisa dimaknai sebagai ajakan untuk menjaga ruang agar tetap aman dan nyaman bagi seluruh penghuni rumah. 

Pamali juga mencakup larangan keluar rumah menjelang malam atau saat senja, seperti “ulah kaluar pas magrib, pamali bisi diculik sandekala”. Orang tua menyampaikan larangan ini dengan alasan bisa ada bahaya gaib. Namun dilihat dari sudut pandang keselamatan,larangan tersebut masuk akal karena bertujuan melindungi anak. Misalnya, agar anak tidak pergi malam-malam ketika penerangan minim dan risiko bahaya lebih tinggi. 

Meskipun zaman sudah berubah, kata pamali ini tetap dihormati sebagai bentuk perlindungan terhadap anak. Adapun contoh larangan  lain seperti “ulah nyisir rambut ti peuting”  atau tidak menyisir rambut pada malam hari. Beberapa orang percaya hal ini bisa menimbulkan energi negatif. Padahal dari sisi kesehatan menyisir rambut saat tubuh sudah lelah bisa membuat rambut mudah rontok. Jadi, pamali  “ulah nyisir rambut ti peuting”   berfungsi sebagai pengingat agar kita merawat tubuh dengan baik. 

 Selain itu, ada larangan lain yaitu “ulah nincak nyiru”,  nyiru yaitu peralatan bambu tradisional yang dipakai untuk menampi padi. Dalam kepercayaan, tindakan ini dianggap tidak sopan dan bisa membawa sial. Padahal nyiru adalah alat dapur penting dan seharusnya dijaga kebersihannya agar makanan tetap layak konsumsi. Jika diinjak, bisa merusak alat atau membuatnya kotor, sehingga“ulah nincak nyiru” mengajarkan kita menghormati alat rumah tangga yang berfungsi penting. 

Dari berbagai contoh tersebut, bisa disimpulkan bahwa pamali bukan hanya kepercayaan atau mitos. Di baliknya terkandung nilai-nilai penting seperti sopan santun, rasa hormat, kebersihan, keselamatan, serta penghargaan terhadap benda dan lingkungan. Meskipun berbentuk larangan, pesan moral pamali tetap relevan untuk kehidupan sekarang. Pamali membantu membentuk karakter yang baik dan menjaga keharmonisan sosial. Pamali juga bukan sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sebaiknya dipahami sebagai panduan hidup dari leluhur yang mengajarkan kita hidup bijak dan bertanggung jawab. Di tengah perkembangan zaman, nilai-nilai pamali bisa terus diwariskan agar budaya tetap hidup dan akar budaya tidak hilang.





Neng Rini Sugihartini

Neng Rini Sugihartini adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak May 2024



0 Komentar





Traveling Lainnya