Di tengah derasnya arus modernisasi yang serba cepat, banyak nilai budaya lokal yang perlahan mulai terlupakan. Namun, bagi masyarakat Sunda, ada tiga prinsip dasar yang sampai hari ini masih terasa kuat dan relevan: silih asih, silih asah, dan silih asuh. Tiga nilai ini bukan sekadar pepatah yang dihafalkan sejak kecil, tapi benar-benar menjadi panduan dalam bersosialisasi dan membangun hubungan antarwarga. Yang menarik, justru di era digital yang identik dengan individualisme dan jarak sosial, nilai-nilai ini semakin terasa penting untuk menjaga kita tetap “manusia”.
Silih asih, misalnya, mengajarkan kita untuk saling mengasihi, menghargai, dan memperlakukan orang lain dengan cara yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda, nilai ini sudah lama terlihat dari sikap someah hade ka semah, keramahan terhadap siapa pun, termasuk orang yang baru dikenal. Hal sederhana seperti menyapa tetangga, berbagi makanan, atau ikut membantu saat ada musibah adalah contoh kecil dari praktik silih asih yang sebenarnya sangat membumi. Di lingkungan kampus atau sekolah, nilai ini bisa muncul melalui sikap saling menghargai pendapat teman, mendukung teman sekelas yang sedang kesulitan, atau sekadar menjaga tutur kata saat berinteraksi. Bahkan di media sosial pun, silih asih bisa diterapkan dengan tidak asal komentar pedas, tidak menyebarkan kebencian, dan memilih menyebarkan energi positif.
Selanjutnya ada silih asah, yang menjadi penanda bahwa masyarakat Sunda sangat menghargai proses belajar dan pengembangan diri. Sejak dulu, budaya bertukar pengetahuan sudah hidup lewat diskusi di balai kampung, nasihat dari orang tua, atau kegiatan belajar bersama anak-anak. Di era sekarang, prinsip ini relevan banget dengan dunia mahasiswa. Kita belajar bahwa perkembangan diri itu bukan hanya lewat perkuliahan, tapi juga dari teman, organisasi, lingkungan kampus, bahkan media sosial. Silih asah mengajak kita untuk saling berbagi ilmu, saling mengingatkan, dan tumbuh bersama. Di dalam kelas, misalnya, silih asah bisa terlihat saat mahasiswa saling menjelaskan materi yang sulit, membuat kelompok belajar, atau berdiskusi untuk memperluas perspektif. Dalam konteks digital, silih asah muncul lewat kebiasaan berbagi thread edukatif, memberikan informasi yang bermanfaat, atau mengingatkan teman agar tidak mudah termakan hoaks.
Sementara itu, silih asuh menjadi nilai yang mempertegas pentingnya saling menjaga dan membimbing. Prinsip ini menjadi dasar kenapa masyarakat Sunda dikenal dekat satu sama lain karena ada rasa tanggung jawab sosial untuk memastikan orang di sekitar kita merasa aman dan diperhatikan. Dalam keluarga Sunda, bukan hanya orang tua yang ikut menjaga tumbuh kembang anak, tetapi juga tetangga dan lingkungan. Konsep ini sebenarnya sangat relevan diterapkan di lingkungan sekolah atau kampus, terutama untuk membangun ruang yang aman dan bebas dari perundungan. Silih asuh bisa terlihat saat kita membantu teman yang sedang stres, mengingatkan teman agar tidak mengambil keputusan yang merugikan, atau menciptakan suasana kelompok belajar yang nyaman. Di dunia digital, silih asuh juga penting, misalnya dengan membantu teman yang terkena cyberbullying, mengingatkan untuk tidak oversharing, atau melaporkan konten yang merugikan orang lain.
Kalau dilihat lebih jauh, ketiga nilai tersebut sebenarnya cocok sekali menjadi pegangan hidup di tengah perubahan zaman. Kita hidup di era informasi yang cepat, tetapi juga penuh ancaman misinformasi, konflik pendapat, dan jarak emosional. Di titik inilah silih asih membantu kita tetap punya empati. Silih asah menjaga kita untuk terus belajar dan tetap kritis. Silih asuh membuat lingkungan sosial baik offline maupun online lebih aman dan suportif. Ketiganya seperti jembatan yang menghubungkan tradisi dengan kebutuhan hidup modern sederhana, tapi sangat bermakna.
Pada akhirnya, silih asih, silih asah, dan silih asuh bukan hanya bagian dari identitas masyarakat Sunda, tetapi warisan moral yang masih sangat relevan untuk generasi muda hari ini, termasuk kita sebagai mahasiswa. Ketiga nilai ini melatih kita untuk menjadi pribadi yang peduli, cerdas, dan bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan merawat dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam keseharian baik di rumah, di kampus, maupun di ruang digital kita tidak hanya menjaga budaya leluhur, tetapi juga membangun masa depan yang lebih bijak dan manusiawi.