Latar Belakang
Sasapian Cihideung muncul dari dasar budaya Sunda yang mendalam. Istilah "sasapian" berasal
dari "sasap", yakni instrumen musik tiup tradisional yang dibuat dari bambu atau kayu, serupa
dengan suling namun dengan suara yang lebih berat dan harmonis. Pertunjukan ini sudah ada sejak
masa penjajahan Belanda, sekitar abad ke-19, dan sering dikaitkan dengan ritual adat seperti
upacara kremasi atau pesta kampung. Berdasarkan kisah turun-temurun dari seniman lokal,
Sasapian awalnya berfungsi sebagai medium komunikasi spiritual, di mana melodi musiknya
diyakini mampu memanggil arwah pendahulu atau menenangkan jiwa yang sedang berkabung.
Desa Cihideung, yang berada di lereng Gunung Burangrang, menjadi sentral pengembangan seni
ini. Di tempat ini, Sasapian bukan hanya acara pertunjukan, tapi juga elemen dari jati diri
masyarakat. Para pelakunya, yang umumnya pria dewasa, mempelajari keterampilan ini dari satu
generasi ke generasi berikutnya melalui latihan ketat. Tak heran jika seni ini sering disebut sebagai
"warisan immaterial" yang dijaga oleh pemerintah Indonesia, sebab ia merefleksikan keselarasan
antara manusia, lingkungan, dan Sang Pencipta.
Bentuk Pertunjukan yang Memukau
Apa yang membuat Sasapian Cihideung begitu menarik? Pertunjukannya adalah perpaduan
harmonis antara musik, nyanyian, dan gerak tubuh. Di panggung sederhana—biasanya di halamanrumah atau lapangan desa—para pemain duduk melingkar, memegang sasap dan alat musik
pendamping seperti kendang, goong, dan kecapi. Musik dimulai dengan nada-nada lembut yang
perlahan membangun irama, diselingi dengan lagu-lagu Sunda klasik seperti "Cing Cangkeling"
atau "Pangkur".
Yang unik adalah elemen interaktifnya. Penonton tidak hanya duduk diam; mereka sering diajak
bernyanyi bersama atau bahkan ikut menari. Tarian dalam Sasapian sederhana namun penuh
makna—gerakan tangan yang melambai seperti angin, langkah kaki yang mengikuti ritme,
semuanya menggambarkan kehidupan sehari-hari petani Sunda. Durasi pertunjukan bisa berjam-
jam, tergantung suasana, dan sering berakhir dengan doa bersama untuk keselamatan desa.
Bagi yang pernah menyaksikannya, Sasapian bukan sekadar tontonan. Ia membawa rasa nostalgia,
seolah membawa kita kembali ke masa lalu di mana teknologi belum mendominasi. Bayangkan
suasana malam di desa, cahaya obor yang berkedip, dan suara sasap yang bergema—itu adalah
pengalaman yang sulit dilupakan.
Tantangan Modernisasi dan Upaya Pelestarian
Di era digital saat ini, apakah Sasapian masih memiliki ruang? Kemajuan zaman memang
menghadirkan rintangan besar. Banyak anak muda kampung lebih tertarik dengan K-pop atau
dangdut masa kini daripada belajar sasap. Fasilitas seperti listrik dan internet membuat hiburan
digital lebih mudah didapat, sementara peluang kerja di kota menarik generasi muda pergi dari
desa. Akibatnya, jumlah pemain Sasapian menyusut, dan pementasan sering hanya dilakukan pada
acara adat saja.
Namun, di sinilah kehebatan Sasapian: ia terus eksis berkat komunitas yang tekun. Grup seni
seperti "Sasapian Cihideung" rutin menggelar latihan dan festival tahunan. Mereka juga berinovasi,
misalnya dengan mengombinasikan Sasapian bersama musik modern atau mengunggah rekaman
pertunjukan di YouTube untuk menjangkau audiens muda. Pemerintah setempat ikut membantu
melalui dana bantuan dan promosi pariwisata budaya. Bahkan, selama pandemi COVID-19,
Sasapian beralih ke format online, menunjukkan kemampuan beradaptasinya.
Kisah menginspirasi datang dari Ki Ujang, seorang pemain senior di Cihideung. Ia bercerita
bagaimana Sasapian membantu menyatukan kampung saat bencana alam terjadi. Musiknya
menjadi sumber energi, mengingatkan bahwa tradisi bukanlah beban masa lalu, melainkan
penghubung ke masa depan.
Kesimpulan
Kesenian Sasapian Cihideung adalah contoh bahwa warisan budaya bisa menyesuaikan diri tanpa
kehilangan intinya. Di tengah kemajuan zaman yang sering membuat kita melupakan asal-usul,
seni ini mengajarkan pentingnya menghormati peninggalan budaya. Ia bukan hanya tentang musikatau tari, tapi tentang mempertahankan identitas, menguatkan tali persaudaraan, dan menemukan
ketenangan di dunia yang serba kilat.
Mari kita dukung kelestariannya. Kunjungi Desa Cihideung, saksikan pementasannya, atau bahkan
pelajari cara memainkan sasap. Dengan demikian, kita turut memastikan bahwa Sasapian tidak
hanya bertahan, tapi juga berkembang. Tradisi semacam ini adalah kekayaan yang tak ternilai, dan
menjaganya adalah investasi untuk masa depan yang lebih bermakna.