Pendidikan
"ADOBSI Jabar Dorong Integrasi Budaya dan Digital dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia"

Bandung, 29 November 2025 Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Wilayah Jawa Barat (ADOBSI Jabar) menggelar Sawala Tilu Series 2 melalui platform Zoom. Kegiatan ini mengangkat tema Dialog Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, sekaligus menegaskan urgensi penguatan budaya dan digitalisasi dalam ekosistem pendidikan bahasa.

Bandung, 29 November 2025 Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Wilayah Jawa Barat (ADOBSI Jabar) menggelar Sawala Tilu Series 2 melalui platform Zoom. Kegiatan ini mengangkat tema Dialog Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran Bahasa Indonesia, sekaligus menegaskan urgensi penguatan budaya dan digitalisasi dalam ekosistem pendidikan bahasa.
Webinar tersebut menghadirkan tiga narasumber yang membahas transformasi sastra lisan, penguatan literasi digital, serta penerapan pedagogi humanistik di era Society 5.0.

Revitalisasi Cerita Rakyat Jadi Seni Pertunjukan Multimedia
Pada sesi pertama, Adita Widara Putra memaparkan model revitalisasi cerita rakyat melalui transformasi sastra lisan menjadi seni pertunjukan multimedia, terutama lewat musikalisasi puisi. Ia menjelaskan alur perubahan yang berawal dari teks tradisional menuju karya seni modern yang menggabungkan musik, tari, videografi, hingga pembacaan puisi.
Adita menegaskan bahwa pendekatan ini tidak hanya inovatif, tetapi juga relevan dengan kebutuhan pembelajaran masa kini.
“Model ini terbukti sebagai pendekatan yang strategis karena mampu mengintegrasikan kreativitas artistik, pedagogi multiliterasi, dan pemajuan kebudayaan sekaligus,” ujarnya.
Menurutnya, proses produksi karya musikalisasi puisi melibatkan tahapan kurasi teks, penyusunan antologi puisi, perancangan visual, hingga pengomposisian digital menggunakan perangkat multimedia.

Sastra Digital dan Deep Learning untuk Kompetensi Abad ke-21
Sesi kedua menghadirkan Tato Nuryanto dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang menyoroti pentingnya membangun generasi sastra digital. Ia menegaskan bahwa sastra digital bukan hanya pemindahan teks ke layar, tetapi bentuk karya baru yang menghadirkan pengalaman membaca yang lebih kaya.
“Sastra digital sering memanfaatkan elemen multimedia teks, suara, gambar, animasi, serta interaktivitas untuk memperkaya pengalaman pembaca,” katanya.
Tato menilai bahwa perkembangan karya sastra di ruang siber membuka ruang eksperimen bagi penulis sekaligus memberikan peluang partisipasi lebih besar kepada pembaca. Hal ini sejalan dengan tuntutan kompetensi abad ke-21 yang berbasis kreativitas dan teknologi.
Ia juga menyoroti ketimpangan antara tingginya penetrasi internet dan rendahnya literasi digital di Indonesia, sehingga rekonstruksi pembelajaran sastra siber menjadi keharusan.

Tiga Pilar Pedagogi Humanistik di Era Society 5.0
Narasumber ketiga, Enung Nurhayati, memaparkan konsep Rekonstruksi Sastra Siber dalam Ekosistem Pendidikan Pedagogis Berbasis Tiga Pilar. Ia menekankan perlunya model pembelajaran sastra yang mampu menjawab tantangan era digital tanpa meninggalkan nilai humanistik.

Tiga pilar yang ia tawarkan meliputi:
1. Deep Reading: membangun kemampuan membaca secara mendalam dan reflektif.
2. Multimodal Creation: mendorong peserta didik menghasilkan karya yang memadukan berbagai medium digital.
3. Ethical Critical Literacy: menumbuhkan literasi etis dalam menghadapi banjir informasi dan teknologi.

Pada paparannya, Enung menegaskan pentingnya arah baru pendidikan sastra.
Menurutnya, “rekonstruksi sastra siber dibutuhkan karena pendidikan belum sepenuhnya merespons perubahan lanskap digital yang berkembang cepat.”
Model ini diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang cakap secara digital, kritis, dan tetap berpijak pada nilai kemanusiaan.





Riska Dini Fatimah

Riska Dini Fatimah adalah mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Siliwangi. Ia memiliki ketertarikan besar pada dunia literasi, terutama dalam membaca dan mengkaji karya sastra modern. Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, Riska juga gemar traveling dan mendaki gunung, dua kegiatan yang menurutnya sama-sama membuka cakrawala, baik secara fisik maupun batin.



0 Komentar





Pendidikan Lainnya