Cerita
CIREUDEU
CIREUDEU

Kampung adat Cireundeu memiliki adat istiadatnya yang dapat bertahan karena kepekaan masyarakatnya terhadap kekuatan alam dan filosofinya sendiri. Masyarakat kampung adat Cireundeu, mereka masih mempertahankan adat dan budaya nya sendiri agar adat dan budayanya tidak hilang begitu saja dan tetap terjaga kelestariannya. Solidaritas dan kedekatan di antara masyarakat kampung adat cireundeu sangat hangat dan terjaga sehingga mereka mau bersama sama untuk menjaga kelestarian budaya dan adatnya.

CIREUNDEU

Masyarakat di Kampung Adat Cireundeu memiliki kebiasaan dan adat istiadat yang dilakukan secara turun temurun, dan dilakukan secara lisan. Hal ini menarik karena yang disampaikan melalui lisan justru dapat bertahan ditengah gempuran teknologi. Di Daerah Cimahi, terdapat sebuah Kampung Adat terkenal dengan sebutan Cireundeu yang hingga kini masih bertahan dan lestari di Indonesia (Gulfa & Permanda, 2017). Kampung adat ini mempertahankan tradisi dan kearifan lokal yang kaya, menjadikannya contoh penting dari warisan budaya Indonesia (Indrawardana, 2014).

Cireundeu terkenal karena sistem arsitektur dan tata ruangnya yang unik, terdiri dari rumah-rumah tradisional (rumah panggung) yang berjejer sepanjang jalan utama Dwisusanto, kampung (Sherlinda & 2023). Selain itu, sistem kekeluargaan dan gotong royong sangat kuat di kampung ini, dengan masyarakat yang masih menjaga tradisi-tradisi adat dalam kehidupan sehari-hari. Selain kekayaan arsitektur dan tata ruang, kampung adat Cireundeu juga dikenal dengan upacara adatnya yang kaya makna. Berbagai ritual seperti Seren Taun (upacara panen), Sedekah Bumi (upacara syukuran), dan berbagai upacara lainnya menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat di sini. Musik, tarian, dan seni rupa tradisional juga masih dilestarikan dengan baik di kampung ini. Selain itu, nilai-nilai kearifan lokal, kebersamaan, dan gotong royong sangat dijunjung tinggi di Kampung Adat Cireundeu. Hal ini membuatnya menjadi salah satu contoh penting dari bagaimana masyarakat lokal di Indonesia menjaga dan memelihara warisan budaya mereka (Rahman, 2013; Riyani, 2015).

 

Kampung Adat Cireundeu jaraknya 15 KM   dari Kota Bandung (Jabbaril, 2021). Bagi generasi milenial, Kampung ini merupakan fenomena budaya yang luar biasa dengan berbagai tradisi dan kebiasaan. Salah satu tradisi mereka dan kebiasaan penduduk kampung ini, tidak makan nasi. Nasi mereka dikenal dengan sebutan rasi (beras singkong), mereka mengolah singkong menjadi nasi. Mereka juga memiliki aturan adat, tata ruang, dan pengelolaan lingkungan yang kuat. Ini terutama berlaku untuk pembangunan wilayah, kreatif dalam pengolahan pangan, makanan pokok, dan tindakan lainnya yang ditaati secara patuh dari generasi ke generasi. Mereka mengonsumsi nasi atau beras singkong.

Kampung Adat Cirendeu adalah salah satu kampung adat yang masih mempertahankan tradisi leluhurnya, termasuk budaya makan singkong sebagai makanan pokok setiap hari. Nilai-nilai budaya ini membedakan Kampung Adat Cirendeu dari kampung adat lain di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan nilai budaya singkong di Kampung Adat Cirendeu. Masyarakat agraris Sunda tinggal di wilayah priangan dan bertani padi di lahan basah. Alamnya yang subur membuat Tatar Pasundan, atau "tanah Sunda," cocok untuk dijadikan lahan persawahan. Kampung adat ini dihuni oleh masyarakat adat yang memegang teguh keyakinan, budaya, dan adat istiadatnya.

Nama Cireundeu berasal dari pohon "reundeu" yang dulunya banyak terdapat di desa tersebut dan digunakan untuk obat herbal. Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung ini memiliki 800 penduduk, atau 50 kepala keluarga, yang sebagian besar hidup dari menanam ketela. Kampung Adat Cireundeu memiliki 64 hektar tanah, dengan 60 hektar untuk lahan pertanian dan 4 hektar lagi untuk pemukiman penduduk. Penduduknya sebagian besar masih menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Mereka selalu setia pada kepercayaan yang mereka anut dan terus mempertahankan budaya dan adat istiadat yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka.

Salah satu kepercayaan tradisional yang berasal dari masyarakat Sunda di Jawa Barat adalah kepercayaan kuno yang telah ada sebelum kedatangan agama besar seperti Islam, Kristen, dan Hindu ke wilayah tersebut. Konsep dari agama ini sangat terkait dengan kepercayaan roh leluhur, kekuatan alam, serta adat istiadat yang turun temurun. Para penganut kepercayaan sunda wiwitan memuja roh leluhur mereka dan percaya akan kehadiran roh yang ada di alam sekitar mereka, seperti gunung, sungai, hutan, dan lainnya.





Nuke Marsya Ramadanti

Nuke Marsya Ramadanti adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Dec 2023



0 Komentar





Cerita Lainnya