Cerita
Warisan Kata
Warisan Kata

Di balik duka, ia menemukan harapan dalam lembaran buku warisan ibunya. Meski tertinggal dalam huruf, ia memilih untuk mengeja agar kelak bisa bersinar dengan caranya sendiri.

Ia berdiam menatap kosong sembari memeluk buku lusuh yang belum sempat ia pahami.

Siang itu dia tak bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Lantunan suara doa mengiringi kepergian dengan begitu khidmat. Tempat yang dianggap untuk pulang sudah tidak ada lagi sekarang.

Tak ada lagi suara lembut yang selalu membacakan dongeng sebelum tidur. Tak ada lagi sosok yang selalu menyerukan untuk membuka jendela dunia dengan membaca. Semua hilang dengan satu hari yang tak pernah ia harapkan.

Ia masih ingat ibunya kerap berkata "Tak perlu terlalu terang, cukup bersinar dengan cara yang paling kamu pahami"

Bagimana ia akan bersinar jika gelap huruf pun belum ia pahami? Dunia kini terasa berbeda. Kata-kata hanya seperti lengkung tak berarti. Ia sadar selama ini terlalu menunda banyak hal. Kini yang tersisa hanyalah buku itu dan penyesalan yang tak bisa ia eja.

Namun kali ini ia tak ingin terlambat lagi. Ia menyeka air matanya, membuka halaman pertama dari buku warisan ibunya dan mulai mengeja perlahan walau terbata.

Dalam diam ia berjanji akan belajar, ia akan memahami, ia akan berliterasi. Agar kelak, ia bisa bersinar dengan caranya sendiri.




Risya Bania Cahya

Saya Risya Bania Cahya, anggota aktif komunitas Literasiliwangi sejak Desember 2024. Saya memiliki minat besar dalam dunia literasi, terutama di bidang jurnalistik dan penulisan kreatif, yang saya jalani tidak hanya sebagai bentuk kontribusi bagi masyarakat, tetapi juga sebagai sarana pengembangan diri dan ekspresi.



0 Komentar





Cerita Lainnya