Sejak kepergian ibunya, Rifki terbiasa hidup dalam sunyi. Ia tinggal sendiri di rumah kecil peninggalan keluarga, ditemani tumpukan buku dan pena. Di tengah malam yang hening, menulis menjadi pelarian sekaligus pelipur lara. Rifki menuliskan kenangan, rindu, dan cinta pada ibunya yang telah tiada.
“Saya Rifki, menulis adalah cara bertahan dan mencintai ibu,” tulisannya di setiap buku barunya sebagai janji pada diri sendiri.
Meski malamnya sunyi, siang hari Rifki adalah siswa yang duduk di bangku Sekolah Dasar yang sangat ceria. Ia menyukai pelajaran Bahasa Indonesia, tempat ia merasa bebas menuangkan isi hati. Tulisannya yang penuh emosi mulai dikenal, ia sering menjadi orang pilihan utama untuk mengikuti lomba menulis cerita bahkan bukan hanya sekedar menulis cerita Rifki memiliki kemahiran dalam membacakan dongeng.
Namun bagi Rifki, tujuan menulis tak pernah berubah ia menulis untuk ibunya. Dalam setiap kata, ia menyimpan cinta yang tak lekang oleh waktu. Hingga kini, sunyi malam tak lagi menyakitkan, sebab Rifki tahu ibunya akan selalu hidup dalam tulisannya.
-Tamat-