Pendahuluan
Analisis wacana awalnya diluncurkan pada tahun 1952 oleh Zellig Harris. Analisis ini kemudian berkembang menjadi bidang pengetahuan yang memeriksa hubungan antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal. Beberapa ahli, seperti Brown, Yule dan Vandic, juga berkontribusi pada pengembangan teori ini. Analisis wacana tidak hanya terbatas pada tingkat bahasa internal, tetapi juga memperhitungkan konteks di mana wacana dibangun.
Keberadaan konteks yang terkait dengan faktor linguistik tidak cukup memuaskan untuk proses analisis wacana. Dampak paradigma kunci menunjukkan terobosan yang disebut analisis wacana kritis. Pakar wacana kritis mendefinisikan wacana dalam istilah yang lebih luas. Sekelompok guru di University of East Anglia, yaitu Fowler, Hodge, Cress, dan True (1979), dilahirkan melalui bukunya melalui bukunya, dengan pendekatan bahasa kritis yang semakin memperkuat penilaian wacana kritis. Mereka menafsirkan wacana sebagai praktik sosial untuk tujuan. Wacana tidak harus tersedia, tetapi tersedia untuk tujuan tertentu yang berkomunikasi dengan audiens (Fairclough dan Wodak, 1997). Teks tidak dianggap sebagai nilai netral dan bebas. Analisis wacana kritis yang memandang bahasa sebagai tindakan. Diskusi menentukan orientasi audiens yang terlampir. Tugas utama dari analisis wacana kritis adalah untuk menjelaskan hubungan antara kekuatan, aturan dan ketidaksetaraan yang dihasilkan dalam wacana (Tannen et al., Van Dijk, 2001). Renkema (2004: 282) setuju dalam bukunya, berjudul "Pengantar survei wacana yang wacana mencerminkan keseimbangan kekuasaan di antara orang -orang. Menurutnya, analisis wacana kritis dilakukan dengan tujuan mengenali masalah sosial, khususnya masalah diskriminasi. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting untuk memperkuat pemangku kepentingan tertentu. Teks dibuat dengan ideologi tertentu yang ingin Anda kirim ke audiens Anda.
Analisis pembingkaian umumnya merupakan cara untuk melihat bingkai acara tertentu, topik tertentu, atau topik tertentu. Dengan kata lain, pembingkaian mencakup perspektif dan perspektif yang digunakan oleh jurnalis dan media saat menulis pesan. Media dalam konteks ini termasuk media berita lokal, nasional dan internasional. Singkatnya, analisis bingkai adalah cara untuk melihat bagaimana media melihat kenyataan dan menciptakan kenyataan.
Secara teori, ada berbagai model analisis media bingkai numerik termasuk Analisis Model Membingkai Robert N. Entman Framing konsep Entman memberikan foto umum tentang bagaimana media memahami dan menandai acara. Analisis model bingkai Enman melihat berita dalam dua dimensi utama: dua dimensi utama: pemilihan topik dan penekanan atau presentasi aspek masalah. Ini terkait erat dengan elemen -elemen yang memilih kata, kalimat, foto, dan gambar spesifik yang ingin Anda lihat kepada audiens. Membingkai Robert N. Enman menawarkan empat stadion dalam analisis kerangka media: masalah, menyebabkan diagnosis (estimasi penyebab masalah), penilaian moral (keputusan moral), dan rekomendasi pengobatan.
Modell Annalyse Framing Framing M. Cerals, yaitu konsep bingkai Pan & Kosicki diasumsikan memiliki kerangka kerja di mana setiap pesan bertindak sebagai pusat ide. Bingkai ini dapat dikaitkan dengan elemen berita yang ada seperti kutipan sumber, alasan informasi, dan penggunaan kata dan kalimat tertentu. Rahming Pan & Kosicki menganalisis kerangka media berdasarkan empat struktur: jurnalis (jurnalis menyatukan kata -kata), skrip (bagaimana jurnalis menyampaikan fakta), tema (jurnalis menulis fakta), dan retorika (just jurnalis menekankan fakta).
Framing -analyse -modell William A. Gamson, menurut pembingkaian konsep A, menurut a Framing's Gamson adalah wacana media yang membahas jaringan ide dan topik, termasuk acara terkait, sehingga pemahaman orang tersebut tentang pesan tersebut. William A. Gamson menganalisis dua perangkat media bingkai: perangkat bingkai (perangkat framing) dan perangkat argumen (perangkat argumen).
Murray Edelmann Framing Analysis Model, menurut konsep Murray Edelman, apa yang diketahui tentang kenyataan tergantung pada bagaimana media mencakup realitas dan komposisi. Menurutnya, pembingkaian adalah klasifikasi spesifik menggunakan perspektif seperti kata -kata tertentu, abstraksi, dan fitur yang dapat memengaruhi persepsi publik.
Media massa memainkan peran penting dalam desain pandangan publik melalui cara informasi disajikan. Sehubungan dengan pelaporan konflik sosial, media bertindak tidak hanya sebagai cara untuk menyebarkan informasi, tetapi juga sebagai aktor yang dapat mempengaruhi cara masyarakat menafsirkan peristiwa. Berfokus pada aspek -aspek tertentu dari pilihan bahasa, kontrak berita, dan peristiwa dapat mencerminkan bagaimana media didasarkan pada masalah berdasarkan kepentingan ideologis atau editorial.
Kompas dan Republika merupakan dua media utama di Indonesia yang memiliki latar belakang dan ciri-ciri editorial yang berbeda. Kompas diakui sebagai media yang mengutamakan pendekatan moderat dan nasionalis, sedangkan Republika sering kali dihubungkan dengan wacana keislaman. Perbedaan ideologis ini dapat berpengaruh pada cara kedua media tersebut melaporkan peristiwa-peristiwa sensitif seperti penghancuran rumah ibadah.
Fenomena kerangka jurnalisme menunjukkan bahwa media tidak sepenuhnya objektif saat melaporkan berita. Dalam Buku Membingkai Kehidupan Publik: Perspektif Media dan Pemahaman Ohehen D. Reese, Oscar H. Gandy Jr. dan Agustus E. Grant (2001), pembingkaian didefinisikan sebagai proses memilih dan menyoroti elemen fakta tertentu. Dalam konteks penghancuran tempat-tempat ibadah, kerangka kerja media memainkan peran penting karena mereka dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan konflik antar agama.
Penelitian mengenai cara framing berita di Kompas dan Republika menjadi penting karena kedua media ini memiliki audiens yang besar dan pandangan ideologis yang dapat mempengaruhi cara mereka menyajikan isu-isu keagamaan dan konflik sosial. Melalui analisis pemberitaan tentang penghancuran tempat ibadah di kedua media tersebut, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana ideologi media memengaruhi cara pelaporan peristiwa, serta pengaruhnya terhadap persepsi masyarakat mengenai isu kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Seluruh data akan dianalisis menggunakan model analisis framing model Robert N.
Enman (Eriyanto, 2002: 223-224) menyarankan bahwa model framing Robert N. mencakup empat langkah. Encer, yaitu masalah (definisi masalah), diagnosis penyebab (dianggap masalah atau masalah), penilaian moral (keputusan moral), rekomendasi pengobatan (penekanan pada rekonsiliasi).
Pembahasan
Dalam pembahasan ini ditemukan perbedaan frame antara media massa dari Kompas dan Republika terkait berita pembakaran mushala di Minahasa utara, Sulasewi Utara (Sulut) dikarenakan pada kedua media massa ini terdapat pengaruh ideologi.
Pada media massa Kompas mengambil pernyataan yang diungkapkan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Utara Pendeta Lucky Rumopa, pada Kamis (30/1/2020), telah mengunjungi bangunan yang dirusak di Perumahan Agape Griya, Desa Tumaluntung. Bangunan itu adalah rumah pribadi suatu keluarga yang digunakan bersama sebagai musala, tetapi belum berizin untuk dijadikan rumah ibadah. Menurut Lucky, masyarakat seharusnya mengadukan ketiadaan izin penggunaan bangunan sebagai rumah ibadah kepada kepolisian. “Ini negara hukum. Perusakan bangunan secara sepihak, mau tempat ibadah atau bangunan lainnya, tidak dapat dibenarkan,” katanya.
Dari media massa tersebut tidak terlihat adanya tendensi dari framing. Dari media massa Kompas membingkai masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi, dilihat dari yang diungkapkan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai berikut:
“Saya rasa sudah ada yang memfasilitasi aksi itu. Kita masyarakat Sulut jangan mudah terprovokasi. Yang jelas, tindakan perusakan ini tidak dapat diterima,” kata Lucky.
Setelah penjelasan Lucky, Afifa (2013: 89), Kompas Media pernah diketahui mewakili kepentingan Partai Katolik. Namun demikian, Kompas sekarang menjadi media yang mengarah ke humanisme. Karena Republika adalah media dengan ideologi Islam, Republika cenderung memprioritaskan manfaat ideologi Islam dalam pelaporan (Alam, 2018: 98).
Menulis dengan cara aman memang menjadi karakter Kompas.com, apabila isu yang diberitakan bersifat sensitif atau konflik (Iskandar, 2018:40). Dalam media massa yang diberitakan oleh Kompas lebih bertindak sebagai penengah. Kompas menginformasikan dan menghimbau kepada kepada seluruh masyarakat agar tidak mudah terprovokasi. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tersebut.
Hamad (2004) dari Nugroho (2014: 34) menyatakan bahwa ada tiga gaya dan strategi dari Kompas.com dalam hal konflik sensitif. Dalam konteks Kompas, di mana perselisihan Musala di Minahasa utara telah dilaporkan, ini dapat dilihat oleh pendapat Yenny Wahid dari berita 31 Januari 2020 dari berita sebagai berikut:
“Proses perizinan formal pendirian rumah ibadah hendaknya tidak menghilangkan hak setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan dalam menjalankan agama dan keyakinannya. Apa pun agama dan keyakinannya itu. Kita tidak boleh diskriminatif. Minoritasmayoritas sama-sama berhak dilindungi.”
Dari penjelasan tersebut, Kompas sebenarnya ingin mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai belum sepenuhnya memenuhi hak-hak warga negara. Tapi, kritik itu disampaikan dengan cara yang halus dan sopan. Lewat gaya penyampaian yang dikenal sebagai Model Angin Surga (MAS), Kompas tidak secara langsung mengkritik atau mengupas tuntas persoalan yang diberitakan. Sebaliknya, mereka lebih memilih memberikan imbauan dan harapan agar situasinya bisa membaik.
Kompas juga mengajukan panggilan yang ditunjuk oleh Kepala Polisi Minahasa Utara Akbp Grace Rahakbau (01/31/20).
“Grace mengimbau warga menyikapi insiden ini dengan kepala dingin sehingga dapat diselesaikan dengan baik.”
Melalui analisis framing dengan menggunakan model Robert N. Entman, terlihat bahwa pemberitaan Kompas menunjukkan kecenderungan untuk tidak bersikap terbuka sepenuhnya. Kompas tampak berusaha membingkai ulang realitas di balik insiden perusakan musala di Minahasa Utara, dengan tujuan meredam potensi eskalasi konflik yang bisa berkembang menjadi kerusuhan berskala lebih luas.
Menurut Lisa (2018: 86), media massa sangat luas Media online adalah masalah baru. Ini karena media online sering mengorbankan kelengkapan dan akurasi berita untuk mendapatkan kecepatan distribusi berita (Juditha, 2013: 146). Oleh karena itu, Compas.com mencoba menekankan kepada pembaca bahwa Kompas.com dapat digunakan sebagai pedoman yang baik di tengah -tengah aliran informasi yang cepat. Informasi itu tidak dijamin (Haq dan Fadillah, 2018: 191).
Pengalaman historis membuat kompas lebih berhati -hati saat menghadirkan berita. Pada tahun 1965 dan 1978, kompas dilarang oleh pemerintah, tetapi pada saat itu berkuasa. Karena tekanan pemerintah dan tuntutan masyarakat, Kompas saat ini memperhitungkan lebih banyak aspek bisnis dan ekonomi dalam pelaporan, tetapi tetap dikemas dengan pendekatan yang memprioritaskan nilai -nilai manusia. Elemen ini mencerminkan fakta bahwa para pendiri, yaitu PK Ojong dan Jakob Oetama, selalu mempersiapkan prinsip -prinsip kemanusiaan (Mustika, 2017: 137).
Sedangkan dalam media massa Republika lebih mengedepankan kepentingan ideologi Islam dan terdapat perbedaan framing seperti yang dinyatakan oleh Nadjamuddin Ramly, selaku Wakil Sekjen Dewan Pimpinan MUI:
“Ini ada hambatan dari FKUB maupun dari Pemda Minahasa Utara. Kalau sudah lengkap semua mengapa ditahan. Jadi ini tidak suka saja dengan Islam. Apalagi mendirikan masjid, padahal persyaratan pendirian masjid itu sudah lengkap.”
Fachrul juga menegaskan, perusakan tempat ibadah merupakan aksi kriminal yang harus ditindak secara tegas,
"Kalau itu perusakan rumah ibadah pasti kriminal lah. Ndak boleh. Tapi kita tunggu saja, karena itu sudah ditangani oleh aparat hukum kita tunggu proses hukum," jelasnya.
Fachrul pun menjelaskan, kasus tersebut juga telah ditangani oleh pihak kepolisian setempat. Fachrul menyatakan telah mengambil sikap untuk menindaklanjuti kasus yang menyangkut perusakan tempat ibadah.
Republika menilai bahwa Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemerintah daerah sebagai pihak yang patut disorot dalam mencari penyebab masalah. FKUB dianggap tidak menjalankan peran untuk memberdayakan umat Islam demi kesejahteraan warga di Desa Agape, sementara pemerintah daerah dinilai lalai karena tidak mengeluarkan izin, padahal semua persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 sudah dipenuhi.
Republika membentuk narasi bahwa kedua pihak FKUB dan pemerintah daerah secara tidak langsung ikut bertanggung jawab karena dianggap menghambat proses perizinan yang akhirnya memicu terjadinya perusakan. Melalui analisis framing model Robert N. Entman, terlihat bahwa Republika lebih terbuka dan tegas dalam menyampaikan fakta-fakta terkait insiden perusakan musala dibandingkan Kompas. Dalam hal pemilihan narasumber, Republika juga lebih beragam tidak hanya dari pihak kepolisian, tetapi juga melibatkan pandangan dari berbagai organisasi dan lembaga keagamaan seperti Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Kementerian Agama. Peneliti meyakini bahwa Republika berupaya menghadirkan suara-suara berpengaruh untuk memperkuat dukungan terhadap umat Islam dalam memperjuangkan hak mereka mendirikan musala.
Berdasarkan analisis framing terhadap pemberitaan Republika terkait insiden ini, peneliti melihat bahwa media tersebut memiliki keterkaitan yang kuat dengan ideologi Islam. Keterkaitan ini tidak hanya terlihat dari banyaknya konten bernuansa Islami yang dimuat di situs web mereka, tetapi juga dari segmentasi pasar yang dituju yaitu masyarakat umum, khususnya umat Islam, mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Sejak didirikan pada akhir era Orde Baru, Republika memang secara konsisten memberikan perhatian besar kepada komunitas Muslim (Santosa, 2016:2). Hal ini juga didukung oleh data yang menunjukkan bahwa sekitar 80% konten berita Republika berkaitan dengan keislaman, sedangkan sisanya 20% berisi informasi umum (Febriani, 2010:48).
Penutup
Setelah peneliti menganalisis pemberitaan perusakan musala di Minahasa Utara melalui model framing Robert N. Entman pada media daring Kompas.com dan Republika, dapat disimpulkan bahwa ideologi memiliki peran besar dalam membentuk cara kedua media menyajikan informasi. Kompas cenderung membingkai peristiwa ini dengan pendekatan damai, mengedepankan penyelesaian lewat mediasi dan jalur hukum, serta berhati-hati dalam mengungkap fakta. Kompas juga menekankan bahwa tindakan intoleransi tersebut dilakukan oleh individu tertentu (oknum), bukan mencerminkan sikap masyarakat Minahasa Utara secara keseluruhan, yang digambarkan mampu hidup berdampingan dalam perbedaan.
Sebaliknya, Republika tampak lebih berpihak pada umat Islam. Media ini membangun narasi bahwa umat Islam mengalami kesulitan dalam mendapatkan izin mendirikan musala, meskipun telah memenuhi syarat sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Dalam berita-beritanya, Republika mengaitkan tanggung jawab insiden ini pada pihak pemerintah daerah dan FKUB.
Dengan demikian, pemberitaan Republika.co terkesan lebih subjektif karena secara jelas menunjukkan keberpihakannya dalam membela hak umat Islam. Namun, baik Kompas maupun Republika sama-sama menekankan pentingnya penyelesaian damai atas insiden ini dan mendorong agar izin pendirian musala segera diterbitkan. Keduanya menyarankan mediasi bersama tokoh-tokoh setempat sebagai langkah penyelesaian.
Daftar pustaka
Habibi, N. (2020, January 31). Menag: Kasus perusakan tempat ibadah sangat kecil. Republika.
https://khazanah.republika.co.id/berita/q4xj3k428/menag-kasus-perusakan-tempat- ibadah-sangat-kecil. Diakses 13 Juni 2025
Prasetydi, K. O. (2020, Januari 30). Perusakan rumah untuk ibadah di Minahasa Utara telah
ditangani. Kompas. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/01/30/perusak- kerukunan-umat-beragama-dikecam. Diakses 13 Juni 2025.
Afifah, A. N. (2013). Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana Pada Kompas. Com
Dan Republika Online. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/. Diakses 13 Juni 2025.
Indonesia Investments. (n.d.). Agama di Indonesia.
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/agama/item69. Diakses 13 Juni 2025.
S?1 Sastra Jerman Unesa. (2024, 19 Juni). Berkenalan dengan Analisis Wacana Kritis (AWK).
https://s1sj.fbs.unesa.ac.id/post/berkenalan-dengan-analisis-wacana-kritis-awk. Diakses 15 Juni 2025.
Universitas?Bakrie. (n.d.). Analisis framing, cara media membentuk opini publik? Pahami
selengkapnya! https://bakrie.ac.id/articles/883-analisis-framing-cara-media-membentuk-opini-publik-pahami-selengkapnya.html. Diakses 15 Juni 2025.