Bahasa dan Sastra
Webinar SAWALA TILU Series 2: Mewujudkan Pembelajaran Bahasa dan Sastra yang Kreatif, Humanistik, dan Digital
Webinar SAWALA TILU Series 2: Mewujudkan Pembelajaran Bahasa dan Sastra yang Kreatif, Humanistik, dan Digital

Webinar SAWALA TILU Series 2: Dialog Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran Bahasa Indonesia (29 November 2025, 09.00–12.00 WIB) diselenggarakan ADOBSI Jabar mengupas transformasi pendidikan bahasa di era digital melalui tiga pemateri. Pak Adita Widara Putra memperkenalkan ABER untuk revitalisasi cerita rakyat Galunggung menjadi multimedia multiliterasi. Bu Enung Nurhayati mengusulkan rekonstruksi sastra siber berbasis Society 5.0 dengan tiga pilar: deep reading, multimodal creation, dan ethical AI literacy. Pa Tato Nuryanto menekankan integrasi deep learning serta AI untuk sastra digital, meningkatkan motivasi dan kompetensi abad 21 via model blended seperti PROCOL. Kesimpulan utama: gabungan seni, teknologi humanistik, dan literasi etis membentuk generasi bahasa unggul

Dalam era digital dan multiliterasi, pembelajaran bahasa Indonesia menghadapi tantangan revitalisasi warisan budaya serta integrasi teknologi humanistik untuk membangun kompetensi abad 21. Pak Adita Widara Putra menyoroti penurunan minat generasi muda terhadap cerita rakyat Galunggung akibat dominasi budaya digital, yang menyebabkan hilangnya nilai pedagogis seperti kosakata puitis dan simbolisme budaya. Pendekatan Arts-Based Educational Research (ABER) yang ia usulkan memungkinkan alih wahana cerita rakyat menjadi seni pertunjukan multimedia, seperti video musikalisasi puisi, untuk menjembatani pembelajaran bahasa yang relevan di ekosistem digital. Bu Enung Nurhayati mengusulkan rekonstruksi sastra siber dalam Society 5.0 melalui tiga pilar pedagogis deep reading untuk interpretasi mendalam, multimodal creation untuk ekspresi kreatif lintas media seperti Wattpad dan webtoon, serta ethical AI literacy agar AI menjadi mitra etis bukan pengganti imajinasi manusia. Model ini menjawab kesenjangan literasi digital siswa yang produktif tapi lemah dalam tafsir, dengan menekankan interaktivitas dan multimodalitas sastra siber untuk kurikulum yang human-centered. Pa Tato Nuryanto melengkapi perspektif ini dengan integrasi deep learning dalam sastra digital, yang memanfaatkan AI untuk personalisasi pembelajaran, analisis tema kompleks, dan model blended seperti PROCOL (Project Collaboration Learning) guna meningkatkan motivasi, keterlibatan, serta literasi digital siswa.
 

Ketiga narasumber sejalan bahwa era digital membawa tantangan sekaligus peluang besar dalam pembelajaran bahasa dan sastra, sehingga diperlukan pendekatan yang inovatif dan humanistik. Pak Adita menggarisbawahi pentingnya revitalisasi budaya lokal seperti cerita rakyat Galunggung melalui media multimedia berbasis seni untuk menjaga relevansi nilai budaya dan estetika dalam pembelajaran multiliterasi. Bu Enung menekankan perlunya model pedagogi sastra siber dengan tiga pilar: pembacaan mendalam, ekspresi multimodal, dan literasi etis terhadap AI, agar pendidikan sastra dapat adaptif dan kritis terhadap ekosistem digital society 5.0. Pa Tato menambahkan bahwa integrasi deep learning dan AI dalam pembelajaran bahasa dan sastra meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan kompetensi abad 21 siswa, serta mendorong pembelajaran kolaboratif dan personalisasi yang efektif.

Secara keseluruhan, ketiga pemateri menekankan bahwa penggabungan seni, teknologi digital, dan pendekatan human-centered merupakan kunci untuk menciptakan generasi bahasa dan sastra digital yang unggul dan siap menghadapi tantangan global di abad 21. Pendekatan ini tidak hanya mempertahankan kekayaan budaya dan estetika sastra tradisional, tetapi juga mengembangkan kapasitas analitik, kreatif, dan etis siswa dalam menghadapi dunia yang semakin digital dan kolaboratif. Jadi, inovasi pembelajaran berbasis multimedia, multiliterasi, dan kecerdasan buatan harus diadopsi secara serius oleh pendidikan bahasa agar tetap relevan dan bermakna di era digital ini. 
Ketiga narasumber sepakat bahwa era digital membawa tantangan sekaligus peluang besar dalam pembelajaran bahasa dan sastra, sehingga diperlukan pendekatan yang inovatif dan humanistik. Pak Adita menggarisbawahi pentingnya revitalisasi budaya lokal seperti cerita rakyat Galunggung melalui media multimedia berbasis seni untuk menjaga relevansi nilai budaya dan estetika dalam pembelajaran multiliterasi. Bu Enung menekankan perlunya model pedagogi sastra siber dengan tiga pilar: pembacaan mendalam, ekspresi multimodal, dan literasi etis terhadap AI, agar pendidikan sastra dapat adaptif dan kritis terhadap ekosistem digital society 5.0. Pa Tato menambahkan bahwa integrasi deep learning dan AI dalam pembelajaran bahasa dan sastra meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan kompetensi abad 21 siswa, serta mendorong pembelajaran kolaboratif dan personalisasi yang efektif. 
 

 





Putri Rahayu Nur Vaizah

Putri Rahayu Nur Vaizah adalah anggota komunitas Literasiliwangi yang bergabung sejak Dec 2023



0 Komentar





Bahasa dan Sastra Lainnya