KECANDUAN GADGET
Setiap pagi, cahaya pertama yang menyapa wajah Raka bukan mentari—melainkan layar ponsel. TikTok menjadi teman setianya, velocity edit jadi candu barunya. Di balik selimut, ia menari dalam diam, sampai suara ibunya memecah lamunan.
“Raka, kamu belum salat,” tegur sang ibu, lirih tapi tajam.
“Sebentar, Bu… ini cuma tren,” jawabnya, sembari menyembunyikan layar seakan menyembunyikan dosa kecil.
Hari-hari berlalu seperti bayangan yang hilang arah. Raka tenggelam dalam notifikasi, lupa pada doa, lupa pada tugas, bahkan lupa pada wajah-wajah yang mencintainya. Matanya selalu menunduk—bukan karena hormat, tapi karena layar.
Sampai suatu malam, saat sedang merekam, ponselnya mendadak panas lalu padam. Ia gemetar, menekan tombol demi tombol, namun tak ada yang kembali.
Ibunya masuk perlahan, suaranya lembut tapi menggugah, “Mungkin sudah waktunya kamu rehat dari dunia semu, Nak. Kau sudah terlalu lama hanyut.”
Saat itulah Raka benar-benar terdiam. Dalam gelapnya layar, ia melihat dirinya yang hilang, bukan karena ponsel mati, tapi karena ia sendiri yang telah lama padam.