Pada tanggal 27 November 2025, IKIP Siliwangi menggelar kuliah umum dengan tema "Pengembangan Pola Pikir Kritis dan Kreatif melalui Teknologi AI dalam Proses Pembelajaran" yang diisi oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Prof. Stella Christie. Acara ini dihadiri oleh jajaran yayasan, pimpinan perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa. Kuliah ini menyoroti bagaimana teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat dimanfaatkan secara optimal dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif bagi para peserta didik.
Prof. Stella menjelaskan bahwa AI bukanlah pengganti guru ataupun siswa, melainkan mitra pembelajaran yang membantu memperluas jangkauan pelatihan dan memberikan umpan balik personal dengan cepat dan akurat, yang sulit dijangkau secara manual oleh guru dalam jumlah besar siswa. Contohnya, anak beliau di Beijing memanfaatkan AI untuk mendapatkan umpan balik harian terhadap karangannya dalam bahasa Mandarin sehingga proses belajar menjadi lebih efektif dan evaluasi lebih cepat.
Berpikir kritis menurut Prof. Stella adalah kemampuan untuk memeriksa sumber informasi dengan cermat, mempertimbangkan berbagai argumen, dan membuat keputusan berdasarkan alasan yang logis dan kuat. Kreativitas, di sisi lain, adalah kemampuan yang dapat diasah dengan menggunakan teknologi digital untuk menghasilkan ide dan solusi baru. AI memberikan peluang besar dalam menyediakan sistem pembelajaran adaptif yang dapat menyesuaikan materi dengan kemampuan masing-masing siswa, alat generatif seperti ChatGPT dan DALL·E yang membantu pengembangan ide kreatif, simulasi ilmiah, serta analisis data besar untuk mendukung penelitian dan pembelajaran mendalam.
Namun, Prof. Stella juga memperingatkan adanya tantangan dan risiko penggunaan AI dalam pendidikan, seperti ketergantungan siswa pada teknologi sehingga mengurangi kemampuan berpikir mandiri. Selain itu, ada risiko bias yang melekat pada algoritma AI, isu keamanan data pribadi siswa, serta kemungkinan kesenjangan akses teknologi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Oleh karena itu, pendidik perlu mengarahkan penggunaan AI dengan nilai-nilai etika dan memelihara keseimbangan agar siswa tetap aktif dalam proses berpikir. Prinsip "just right" atau keseimbangan dalam tantangan pembelajaran sangat penting agar siswa tidak merasa bosan atau justru stres berlebihan.
Dalam aspek penelitian, Prof. Stella menekankan pentingnya memilih topik yang relevan dengan konteks lokal dan mengembangkan kolaborasi multidisiplin. Ia menyarankan para mahasiswa untuk memulai penelitian dari lingkup lokal terlebih dahulu, dan terus berupaya publikasi walaupun menghadapi proses review yang ketat. Penggunaan AI secara bijak dapat memperkaya proses pembelajaran dan inovasi, selama manusia tetap memegang kendali dalam hal empati, intuisi, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Secara keseluruhan, kuliah umum ini mengajak para akademisi dan pendidik membuka diri terhadap teknologi AI bukan sebagai pengganti, melainkan alat bantu yang dapat merevolusi pendidikan Indonesia melalui penguatan pola pikir kritis dan kreativitas, demi menciptakan pendidikan yang inklusif dan transformatif.