Cahaya rembulan malam itu tampak lebih cerah dari biasanya, memberikan penerangan di tengah gelapnya hari yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Alina, terduduk di tepian jendela kamarnya yang ia biarkan terbuka. Tampak melamun sambil mendengarkan alunan musik dari earphone yang ia pasang di telinganya dengan volume penuh. Di tengah lamunan itu, angin malam menyentuh kulitnya, membawa hawa yang menusuk namun ia hiraukan, karena ada yang lebih dingin di dalam hatinya. Perasaan kosong yang sulit dijelaskan, mengendap di setiap sudut ruang kecil dalam pikirannya. Hanya beberapa hari yang lalu, biasanya jika ia kesepian, Bani akan menemani malamnya dengan saling bertukar pesan atau kadang menelepon, memberinya kehangatan di setiap momen itu yang membuatnya nyaman. Tapi sekarang, dirinya harus mengerti, jika semuanya sudah berubah. Hubungan itu berakhir, dan Alina sedang berusaha melanjutkan hidupnya. Memang begitu seharusnya, tapi kenapa ia harus berlarut-larut dalam rasa patah hati seperti ini?
Namun, tidak bisa dipungkiri, Alina merasa ada sesuatu yang hilang. Perasaan yang datang tanpa bisa dicegah. Perasaan rindu, yang malah dibalut dengan rasa yang membuatnya bingung. “Aku tidak membutuhkan dia,” pikirnya bersikeras, berusaha menepis kerinduan yang menguasai hatinya. Tapi kenyataannya memang sulit untuk ditepis dengan sedemikian cara. Dalam kebisingan dari alunan musiknya di malam itu, Alina merasakan absennya Bani, dan itu baru ia sadari serta lebih menyakitkan dari yang ia kira.
Alina mengingat kembali semua yang pernah terjadi di antara hubungannya dengan Bani. Senyuman yang sering kali membuatnya sejenak lupa akan masalah dunia, canda tawa yang tak terhitung jumlahnya, dan janji-janji yang dibuat namun teringkari seakan tidak ada apa-apanya. Tetapi setelah semuanya hancur, Alina merasa terjebak dalam perangkap kenangan yang sulit ia lepaskan. Meskipun ia sendiri tahu hubungan itu sudah tidak sehat, kenangan indah yang mereka rangkai selama hampir lima tahun itu terlalu kuat untuk dilupakan begitu saja.
Tiba-tiba, suara notifikasi dalam ponselnya sejenak menghentikan alunan musik yang sedang di putar. Sebuah pesan dari nama yang tidak (atau mungkin belum) Alina hapus dari kontaknya, nama Arbani tertera di sana, yang tadinya terdapat emoji hati yang ia hapus segera setelah berakhirnya mereka. Alina menatapnya sebentar, merasa ragu dan keheranan sebelum akhirnya membuka pesan itu. Sebuah kalimat sederhana dari Bani dengan tanpa basa-basi, Aku ingin kita bisa berbicara lagi.
Kenapa tiba-tiba? Di saat ia sendiri sedang memikirkan pria itu? Suatu kebetulan yang membuatnya cemas dan ragu, merasa takut meruntuhkan benteng penolakan rasa rindunya. Alina menghela napas, bingung untuk menjawab. Meskipun ia ingin melanjutkan hidupnya, perasaan itu tetap tak bisa dipaksakan pergi. Secara kebetulan lirik dari lagu Ravyn Lenae mengalun di telinganya, membuat Alina merasa terhubung karena seolah menggambarkan perasaan yang tengah ia alami. Alina mengenal lagu itu dengan baik, “Love Me Not.” Sebuah lagu yang terdapat sepenggal lirik yang baru saja ia dengar.
Oh no, I don’t need you, but I miss you, come here…
Sebuah lagu yang menggabungkan elemen RnB, indie pop, dan soul-rock dengan sentuhan retro dan melodi yang khas terdengar di telinga Alina dengan jelas. Seolah-olah penyanyi dari lagu itu sedang menyadarkan hatinya yang kebingungan. Alina menutup matanya, membiarkan setiap bait lagu itu meresap.
You gotta say that you’re sorry at the end of the night
Wake up in the mornin’, everything’s alright
At the end of the story, you’re holdin’ me tight
I don’t need to worry, am I out of my mind?
Alina sudah berulang kali mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan Bani, memilih menyatakan bahwa ia lebih baik hidup sendiri. Ia tahu dengan jelas, bahwa dirinya harus bergerak maju, bahwa ia tidak bisa kembali ke dalam pelukan yang telah mengikatnya terlalu lama. Tapi kenapa kerinduan itu datang membawanya terlalu jauh, begitu kuat, dan bahkan ketika ia tahu itu hanya membuang waktu?
Gadis itu menatap layar ponselnya lagi, seolah mencari jawaban dari pesan Bani. Haruskah ia balas? Apakah ini waktu yang tepat untuk berbicara? Atau apakah tepat jika ia abaikan saja? Sementara itu, perasaan takutnya muncul. Takut jika ia kembali, ia akan terjebak lagi dalam hubungan yang tidak memberinya ruang untuk dirinya berkembang. Alina sadar, semua yang ia butuhkan adalah kebebasan, sebuah kesempatan untuk menemukan dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, atau bahkan yang membuatnya diam di tempat.
“Aku ingin bebas,” gumamnya pelan, seakan sedang memberi perintah pada hatinya sendiri.
Alina menutup obrolan chat dari Bani, tanpa ia balas. Ia memilih menatap bintang-bintang di luar jendela dengan tekad baru. Lagi pula, setelah ia ingat-ingat, ada beberapa hal yang menyakitkan dan terlalu rumit untuk bisa diperbaiki. Memang, kerinduan itu mungkin akan terus bergemuruh dalam dadanya, tapi ia tahu satu hal bahwa kebebasan lebih penting dari apapun.
Bani mungkin masih ada di luar sana, berjuang untuk hubungan yang sudah mati karena kesalahan yang pria itu buat sendiri, namun Alina tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk melepaskan diri dari ikatan yang selama ini mengekangnya. Tentu saja, seharusnya ia senang. Ia harusnya bisa mengerti dirinya sendiri bahwa yang ia inginkan adalah sebuah kebebasan yang tak bisa ia dapatkan jika dirinya terus menghidupkan kenangan yang menyakitkan itu.
Alina berdiri, berjalan ke tempat tidurnya dengan langkah besar dan menjatuhkan dirinya ke atas ranjang. Ia menghela napas panjang, menatap langit-langit kamar. Ada rasa lega yang perlahan menyelimuti dirinya, secara misterius melepaskan semua beban yang selama ini mengikatnya. Mungkin ini memang waktu yang tepat untuk benar-benar melupakan, untuk pertama kalinya, ia harus mampu untuk melepaskan.
Dengan satu langkah sederhana, Alina menutup babak lama dalam hidupnya, memilih untuk membuka lembaran baru. Tanpa Bani, tanpa seorang pun yang membuatnya merasa berkecil hati karena merasa kurang dihargai, tanpa siapa pun yang bisa menorehkan luka kapan saja, dan tanpa orang yang bisa membuatnya tidak bisa berjalan dengan kaki sendiri, serta tanpa apa pun yang bisa membuatnya kehilangan dirinya. Sebuah awal yang baru, sebuah perjalanan untuk menemukan siapa dirinya yang sebenarnya, tanpa ada yang membebani, dan menghapus semua sisa rindu hingga tak tersisa.
*Anda memblokir kontak ini. Ketuk untuk membuka blokir.
-Selesai-